Tips Foto Efek Starburst: Membuat Lampu Tampak Seperti Bintang


Membuat sumber cahaya malam hari tampak berpendar seperti bintang membuat foto malam kita tampak lebih keren. Efek ini biasanya disebut efek starburst. Untuk membuat starburst, hal mendasar yang harus kita pahami adalah membuat bukaan lensa sekecil mungkin, artinya kita sebaiknya menggunakan angka aperture yang besar (f/11 s.d f/22) dan sebaiknya memanfaatkan lensa yang memiliki focal length lebih pendek.

Kenapa harus seperti itu? well, penjelasannya akan panjang. Singkatnya adalah secara fisika cahaya akan mengalami difraksi (penyebaran) saat melewati lubang sempit (hmm sempit…). Sifat penyebaran cahaya inilah yang membuat sumber cahaya (lampu, bulan, matahari) akan terlihat berpendar dan memiliki lidah, jumlah lidah akan bergantung pada jumlah bilah (blade) aperture dalam lensa anda, lihat spek lensa yang anda miliki, pasti akan ada tertulis “aperture blade”. Sementara untuk menjawab kenapa sebaiknya memilih angka f yang besar dan focal length yang lebih pendk, silahkan baca artikel Memahami Angka Aperture Dalam lensa dan Memahami Aperture.

Kalau masih belum jelas, silahkan lihat gambar berikut ini:

Gambar diatas menunjukkan, semakin kecil bukaan (angka f semakin besar), lidah cahaya akan semakin maksimal. Sementara di angka f yang kecil, sumber cahaya tampak tanpa burst sama sekali.

Tips Foto Starburst Malam Hari:

 

  1. Gunakan Tripod – Memotret malam hari dengan angka f yang besar, misal foto diatas dengan f/18, membuat shutter speed akan sangat lama, bfoto diatas 25 detik kenapa?. Jadi pastikan anda memakai tripod agar hasil foto tidak seperti lukisan grafiti.
  2. Perhatikan setting kamera – Untuk jenis foto seperti ini, gunakan angka f yang besar: f/11 atau lebih besar. Set ISO di angka yang rendah, dibawah 400, karena kita akan memotret long exposure. Anda bisa menggunakan mode manual maupun aperture priority, yang jelas perhatikan angka metering kamera. Untuk pemotretan malam hari seperti ada kecenderungan hasil akan over exposure (terlalu terang), jadi pakai exposure compensation angkanya bervariasi tergantung dari lingkungan sekitar, coba pakai under 1 stop sebagai awal dan sesuaikan setelahnya.
  3. Setting Fokus – Dengan angka aperture besar, kita tidak akan terlalu pusing memikirkan fokus, namun kalau mau aman ambil titik fokus secara manual, atau set di infinity.
  4. Manfaatkan highlight alert kamera – anda tahu kan? itu lho peringatan bling-bling yang muncul di LCD saat kita memotret subyek yang terang.
  5. Mulai Memotret – dan jangan malas mengulang dan mengubah setting kalau hasilnya belum sesuai keinginan.
Oke selamat mencoba.

Highlight Warning Kamera Untuk Menghindari Overexposure

Kebanyakan kamera DSLR memiliki fitur ini. Di Canon disebut sebagai Highlight Alert sementara di DSLR Nikon disebut Highlight Warning. Pada intinya fitur ini digunakan untuk mendeteksi bagian foto yang hilang detailnya karena terlalu terang, alias overexposure, dengan memberi peringatan cahaya berpender alias blinking di area yang over.

Tentu kita bisa memanfaatkan histogram untuk mendeteksi over dan under exposure, namun blinking highlight warning ini terasa lebih instan dan intuitif saat anda mengecek hasil foto di layar LCD.


Bagaimana cara mengaktifkan Highlight Warning Kamera?

Di kamera DSLR Nikon, anda bisa memencet tombol preview (play warna hijau), kemudian pencet tombol Up/Down dideket tombol OK sampai anda melihat blinking tadi
Pada kamera DSLR Canon anda pencet tombol “Display” atau “Info” (tergantung model) sampai blink tadi muncul. Anda juga bia mengaktifkan fitur ini dari menu setting.

Kalau Banyak Blink di Foto terus Bagaimana?

Kalau sengaja main overexposure sih nggak papa, atau kalau area yang blinking tadi di tempat yang tidak terlalu krusial juga bia diabaikan. Namun kalau anda memang menghendaki untuk menghilangkan overexposure, salah satunya anda bisa memanfaatkan exposure compensation.


Cara Setting Fokus Lensa Ke Infinity

Saat kita akan memotret sebuah obyek foto yang secara khusus sulit untuk dicari fokusnya, misalnya: foto kembang api, foto star-trail, atau foto bulan, atau hampir semua obyek foto yang jaraknya sangat jauh; kita bisa menggunakan titik fokus infinity (tak hingga) di lensa. Dengan mengeset titik fokus di infinity ini, semua benda yang jaraknya sangat jauh bisa tetap terlihat tajam di foto.


Bagaimana caranya?

  1. Cari benda yang sembarang yang jaraknya lumayan jauh, set fokus disitu.
  2. Ganti mode fokus dari autofocus ke manual focus, gunakan tombol di lensa anda untuk mengganti mode fokus
  3. Putar focusing ring: di lensa Nikon & Sigma putar habis ke kanan, di lensa Canon putar habis ke kiri, sampai anda melihat simbol infinity – ∞
  4. Biarkan mode fokus tetap di manual focus, sekarang waktnya anda memotret bulan.
Nah, selamat mencoba.

Memahami Angka Aperture Dalam Lensa

Dalam artikel ini kita akan berusaha memahami makna angka aperture dalam lensa, dan kenapa makin besar aperture lensa (angka f makin kecil) makin mahal harga sebuah lensa?

Pernahkah anda bertanya-tanya, dari mana satuan aperture yang biasanya dinyatakan dalam angka seperti ini f/4, f/5.6 atau f/22 (atau juga f4, f5.6 atau f22) berasal? dan kenapa makin besar diameter lensa dan ukuran fisik lensa makin kecil angkanya?



Gambar diatas memperlihatkan perbandingan ukuran fisik antara lensa Canon 50mm f/1.2L dan 60mm f/1.4. Angka yang menyatakan besaran aperture diatas berasal dari perbandingan antara panjang focal lensa dan ukuran diameter lensa:

aperture = panjang focal / diameter

Sebagai contoh, jika kita memiliki lensa 50mm dan ukuran diameter optik bagian depan lensa tersebut 25mm, maka kita memiliki lensa f/2 (atau juga seringkali dinyatakan sebagai f2)

aperture = 50:25 = 2

Jika panjang focal (apa itu panjang focal) lensa 50mm dan diameter lensa 50mm, berarti aperture maksimal lensanya adalah f/1. Di angka f/1, maka diameter lensa 2 kali lebih besar dibandingkan f/2, dan ada perbedaan 2 stop diantara f/1 dan f/2 (masih ingat pengertian stop kan?). Dan lensa f/1 bisa dilewati cahaya 4 kali lebih banyak dibanding lensa f/2 sehingga makin besar aperture makin cepat dan makin enak dipakai di kondisi low light. 

Anda sekarang mulai menyadari kenapa tidak banyak lensa 50mm f/1. Hanya ada sejumput lensa yang memiliki aperture f/1, seperti misalnya Canon EF 50mm f/1.0L USM yang sudah diskontinyu (lihat foto-foto yang dihasilkan dari lensa hebat 50mm f/1 disini). Lensa dengan aperture f1 membutuhkan ukuran body lensa yang buesar, elemen optik yang luas supaya diameternya bisa sama dengan panjang focalnya.


Hal ini juga membantu menjelaskan kenapa ada perbedaan besar dalah hal harga antara lensa yang panjang focal-nya sama namun aperture maksimalnya berbeda. Contohnya, coba bandingkan antara lensa Canon 85mm f/1.2 dan Canon 85mm f/1.8. Lensa canon 85mm f/1.2L dijual dengan harga diatas Rp 20 Juta sementara lensa 85mm f/1.8 harganya sekitar Rp 4 Juta. Kalau kita kembalikan lagi dari rumus diatas, maka untuk menghasilkan lensa 85mm dengan aperture f/1.8, diamater lensa cukup dengan 47mm (85/1.8 = 47.2). Sementara untuk mendapatkan aperture f/1.2, diameter lensa 85mm tadi haruslah sekitar 70 mm, hampir dua kali lebih besar bukan? Makin banyak material, makin banyak optik dan makin susah dibuat = makin mahal.

Memahami Stop Dan Segitiga Exposure Dalam Fotografi

Dalam fotografi, kata “stop” sering sekali kita dengar dan baca. Bukan, bukan stop yang itu, bukan stop yang artinya berhenti. Stop disini adalah istilah dalam fotografi. Contoh penggunaanya mungkin seperti ini: “Karena fotonya terlihat over, saya turunkan satu stop”, nah seperti itu.

Kalau sampai detik ini, kata stop dalam fotografi masih membuat anda bingung, silahkan simak penjelasan singkat ini.

Definisi Stop

Stop dalam fotografi kurang lebih memiliki arti mengubah jumlah cahaya yang diterima sensor/film sehingga mempengaruhi exposure foto. Tambah satu stop berarti lebih terang 2 kali, tambah 2 stop berarti lebih terang 4 kali. Kurangi satu stop berarti lebih gelap setengah kali. Satu stop berarti mengubah jumlah cahaya sebanyak kelipatan 2.

Sebagaimana anda ketahui, jumlah cahaya yang diterima sensor kita namai exposure. Dan naik satu stop berarti meningkatkan exposure sebanyak 2 kali. Aksi menaikkan atau mengurangi exposure bisa dilakukan dengan mengubah salah satu atau gabungan tiga elemen yang menyusun segitiga exposure: shutter speed, aperture dan ISO. (lebih jauh diterangkan dalam artikel ini: Memahami Konsep Exposure).

Agak abstrak ya? oke satu perumpaan agar jelas. Katakanlah dikamar anda ada 4 lampu 100 watt dan keempatnya menyala. Karena stop adalah perubahan gelap terang, maka turun satu stop artinya anda mematikan dua lampu sehingga hanya dua lampu yang menyala. Sementara naik satu stop berarti anda harus membawa 4 lampu lagi dengan watt yang sama. Dalam kasus ini, kamar adalah sensor di kamera digital semantara cahaya lampu adalah exposure-nya.

Stop dan Shutter Speed

shutter speed mengukur berapa lama sensor menerima cahaya. Semakin lama shutter speed berarti semakin banyak cahaya yang diterima sensor yang artinya menaikkan exposure. Dalam shutter speed, satu stop penuh mudah diingat karena merupakan hasil pembagian bilangan dua (dengan pembulatan): 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/15, 1/30, 1/60, 1/125, 1/250, 1/500, 1/1000, dst. Pindah satu stop berarti lompat sekali, misal dari 1/30 ke 1/125. Pindah 2 stop berarti lompat dua kali. Bingung dengan shutter speed, pahami konsepnya lebih jelas disini.

Stop dan ISO

Juga mudah dalam ISO, tinggal kali 2 berarti anda naik satu stop. ISO 100 ke ISO 200 berati satu stop, 200 ke 400 dan seterusnya. Kalau ditanya ada berapa stop dari ISO 100 ke 1600? nah pintar, ada 4 stop. Pahami konsep ISO disini.

Stop dan Aperture

Agak lebih susah dalam aperture karena bilangannya melomcat-loncat: f/1, f/1.4, f/2, f/2.8, f/4, f/5.6, f/8, f/11, f/16 dst. Pahami lagi konsep Aperture disini.

Apa Hubungan Stop Dengan Ketiganya?

Katakanlah anda menggunakan setting awal kamera seperti ini: 1/125, f/8 dan ISO 100. Karena hasil fotonya under exposure (gelap) anda naik satu stop yang artinya bisa tiga hal: 1/60, f/8, ISO 100 (hanya shutter yang berubah). Atau 1/125, f/5.6 ISO 100 (hanya aperture yang berubah). Atau 1/125, f/8 ISO 200 (hanya ISO yang berubah). Semua perubahan bernilai satu stop.


Memahami Konsep Exposure

Seringkali setelah membeli kamera digital baik slr maupun point & shoot, kita terpaku pada mode auto untuk waktu yang cukup lama. Mode auto memang paling mudah dan cepat, namun tidak memberikan kepuasan kreatifitas.

Bagi yang ingin “lulus dan naik kelas” dari mode auto serta ingin meyalurkan jiwa kreatif  kedalam foto-foto yang dihasilkan, ada baiknya kita pahami konsep eksposur. Fotografer kenamaan, Bryan Peterson, telah menulis sebuah buku berjudul Understanding Exposure yang didalamnya diterangkan konsep eskposur secara mudah.

Peterson member ilustrasi tentang tiga elemen yang harus diketahui untuk memahami eksposur, dia menamai hubungan ketiganya sebagai sebuah Segitiga Fotografi. Setiap elemen dalam segitiga fotografi ini berhubungan dengan cahaya, bagaimana cahaya masuk dan berinteraksi dengan kamera.

Ketiga elemen tersebut adalah:

  1. ISO – ukuran seberapa sensitif sensor kamera terhadap cahaya
  2. Aperture – seberapa besar lensa terbuka saat foto diambil
  3. Shutter Speed – rentang waktu “jendela’ didepan sensor kamera terbuka

Interaksi ketiga elemen inilah yang disebut eksposur.  Perubahan dalam salah satu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam elemen lainnya.

Perumpamaan Segitiga Eksposur

Mungkin jalan yang paling mudah dalam memahami eksposur adalah dengan memberikan sebuah perumpamaan. Dalam hal ini saya menyukai perumpamaan segitiga eksposur seperti halnya sebuah keran air.
  • Shutter speed bagi saya adalah berapa lama kita membuka keran.
  • Aperture adalah  seberapa lebar kita membuka keran.
  • ISO adalah kuatnya dorongan air dari PDAM.
  • Sementara air yang mengalir melalui keran tersebut adalah cahaya yang diterima sensor kamera.
Tentu bukan perumpamaan yang sempurna, tapi paling tidak kita mendapat ide dasarnya. sebagaimana anda lihat, kalau exposure adalah jumlah air yang keluar dari keran, berarti kita bisa mengubah nilai exposure dengan mengubah salah satu atau kombinasi ketiga elemen penyusunnya. Anda mengubah shutter speed, berarti mengubah berapa lama keran air terbuka. Mengubah Aperture berarti mengubah seberapa besar debit airnya, sementara mengubah seberapa kuat dorongan air dari sumbernya.

Memahami Shutter Speed

Secara definisi, shutter speed adalah rentang waktu saat shutter di kamera anda terbuka. Secara lebih mudah, shutter speed berarti waktu dimana sensor kita ‘melihat’ subyek yang akan kita foto. Gampangnya shutter speed adalah waktu antara kita memencet tombol shutter di kamera sampai tombol ini kembali ke posisi semula.

Supaya mudah, kita terjemahkan konsep ini dalam beberapa penggunaannya di kamera:

  • Setting shutter speed sebesar 500 dalam kamera anda berarti rentang waktu sebanyak 1/500 (seperlimaratus) detik. Ya, sesingkat dan sekilat itu. Sementara untuk waktu eksposur sebanyak 30 detik, anda akan melihat tulisan seperti ini: 30’’
  • Setting shutter speed di kamera anda biasanya dalam kelipatan 2, jadi kita akan melihat deretan seperti ini: 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30 dst. Kini hampir semua kamera juga mengijinkan setting 1/3 stop, jadi kurang lebih pergerakan shutter speed yang lebih rapat; 1/500, 1/400, 1/320, 1/250, 1/200, 1/160 … dst.
  • Untuk menghasilkan foto yang tajam, gunakan shutter speed yang aman. Aturan aman dalam kebanyakan kondisi adalah setting shutter speed 1/60 atau lebih cepat, sehingga foto yang dihasilkan akan tajam dan aman dari hasil foto yang berbayang (blur/ tidak fokus). Kita bisa mengakali batas aman ini dengan tripod atau menggunakan fitur Image Stabilization (dibahas dalam posting mendatang)
  • Batas shutter speed yang aman lainnya adalah: shutter speed kita harus lebih besar dari panjang lensa kita. Jadi kalau kita memakai lensa 50mm, gunakan shutter minimal 1/60 detik. Jika kita memakai lensa 17mm, gunakan shutter speed 1/30 det.
  • Shutter speed untuk membekukan gerakan. Gunakan shutter speed setinggi mungkin yang bisa dicapai untuk membekukan gerakan. Semakin cepat obyek bergerak yang ingin kita bekukan dalam foto, akan semakin cepat shutter speed yang dibutuhkan. Untuk membekukan gerakan burung yang terbang misalnya, gunakan mode Shutter Priority dan set shutter speed di angka 1/1000 detik (idealnya ISO diset ke opsi auto) supaya hasilnya tajam. Kalau anda perhatikan, fotografer olahraga sangat mengidolakan mode S/Tv ini.
  • Blur yang disengaja – shutter speed untuk menunjukkan efek gerakan. Ketika memotret benda bergerak, kita bisa secara sengaja melambatkan shutter speed kita untuk menunjukkan efek pergerakan. Pastikan anda mengikutkan minimal satu obyek diam sebagai jangkar foto tersebut.

Memahami Focal Length Lensa DSLR

Dalam percakapan antara sesama fotografer, anda akan sering mendengar bunyi obrolan seperti ini: “Wah, fotonya mantab gan, pake lensa berapa mili?”, atau seperti ini: “Kalau sedang traveling saya suka membawa lensa sapujagat, 18 – 200 mili.” Nah sebenarnya kedua percakapan tadi sedang membicarakan mengenai panjang focal, alias focal length. Jadi binatang apakah focal length itu? mari teruskan membaca.

Secara gampang focal length adalah jarak antara lensa dan bidang focal (sensor di kamera digital atau film di kamera lama) dimana foto anda terbentuk, untuk lebih gampangnya lihat diagram dibawah:

Focal length dinyatakan dalam besaran milimeter (mm) dan dalam fotografi diberi lambang f.

Untuk apa mengetahui focal length? focal length menentukan seberapa lebar sudut pandang lensa. Semakin pendek panjang focal, makin lebar sapuan pandangan. Makin panjang focal length, makin sempit sapuannya. Lensa dengan focal length pendek dalam dunia fotografi biasanya disebut lensa wide angle. Lensa dengan focal length panjang bisanya disebut sebagai lensa tele.

Untuk lebih memahami hubungan antara focal length dan sudut pandang, lihat contoh dibawah:
Contoh diatas memperlihatkan perbedaan lebar sudut pandang pada jarak pemotretan yang sama. Saat menggunakan lensa dengan focal length 20 mm, anda bisa memotret jalanan serta gedung di kiri dan kanan. Namun saat anda menggunakan lensa panjang, misalnya 400 mm pada contoh diatas, anda hanya akan bisa memotret bagian utama menara.

Canon punya ilustrasi menarik untuk menggambarkan hubungan antara focal length dan cakupan sudut pandang.

Jadi, apakah kalau sebuah lensa memiliki spesifikasi 200 mm, maka panjang fisiknya benar-benar 200 mili (20 cm)? Tidak harus. Lensa modern dengan kemajuan teknologi optik menggunakan banyak elemen lensa tambahan didalamnya yang bekerja secara kombinasi, sehingga panjang fisik lensa bisa lebih pendek.

Memahami Aperture & Depth of Field

Setiap kali berbicara tentang fotografi dan kamera, kata-kata aperture serta depth of field akan sering sekali keluar. Nah dalam artikel ini belfot akan mencoba membantu anda memahami aperture dan depth of field sehingga cukup jelas bagi pemula.


Memahami Aperture

Definisi aperture adalah ukuran seberapa besar lensa terbuka (bukaan lensa) saat kita mengambil foto.

Saat kita memencet tombol shutter, lubang di depan sensor kamera kita akan membuka, nah setting aperture-lah yang menentukan seberapa besar lubang ini terbuka. Semakin besar lubang terbuka, makin banyak jumlah cahaya yang akan masuk terbaca oleh sensor.

Aperture atau bukaan dinyatakan dalam satuan f-stop. Sering kita membaca istilah bukaan/aperture 5.6, dalam bahasa fotografi yang lebih resmi bisa dinyatakan sebagai f/5.6. Seperti diungkap diatas, fungsi utama aperture adalah sebagai pengendali seberapa besar lubang didepan sensor terbuka. Semakin kecil angka f-stop berarti semakin besar lubang ini terbuka (dan semakin banyak volume cahaya yang masuk) serta sebaliknya, semakin besar angka f-stop semakin kecil lubang terbuka.


 Jadi dalam kenyataannya, setting aperture f/2.8 berarti bukaan yang jauh lebih besar dibandingkaan setting f/22 misalnya (anda akan sering menemukan istilah fully open jika mendengar obrolan fotografer). Jadi bukaan lebar berarti makin kecil angka f-nya dan bukaan sempit berarti makin besar angka f-nya.

Memahami Depth of Field

Depth of field – DOF, adalah ukuran seberapa jauh bidang fokus dalam foto. Depth of Field (DOF) yang lebar berarti sebagian besar obyek foto (dari obyek terdekat dari kamera sampai obyek terjauh) akan terlihat tajam dan fokus. Sementara DOF yang sempit (shallow) berarti hanya bagian obyek pada titik tertentu saja yang tajam sementara sisanya akan blur/ tidak fokus.


Untuk mendapatkan DOF yang lebar gunakan setting aperture yang kecil, misalkan f-22 (makin kecil aperture makin luas jarak fokus) – lihat contoh foto diatas. Sementara untuk mendapat DOF yang sempit, gunakan aperture sebesar mungkin, misal f/2.8 – lihat contoh foto dibawah.


Konsep Depth of Field ini akan banyak berguna terutama dalam fotografi portrait dan fotografi makro, namun sebenarnya semua spesialisasi akan membutuhkannya.


Memahami Konsep ISO

Secara definisi ISO adalah ukuran tingkat sensifitas sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi setting ISO kita maka semakin sensitif sensor terhada cahaya.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang setting ISO di kamera kita (ASA dalam kasus fotografi film), coba bayangkan mengenai sebuah komunitas lebah.
  • Sebuah ISO adalah sebuah lebah pekerja. Jika kamera saya set di ISO 100, artinya saya memiliki 100 lebah pekerja.
  • Dan jika kamera saya set di ISO 200 artinya saya memiliki 200 lebah pekerja.
Tugas setiap lebah pekerja adalah memungut cahaya yang masuk melalui lensa kamera dan membuat gambar. Jika kita menggunakan lensa identik dan aperture sama-sama kita set di f/3.5 namun saya set ISO di 200 sementara anda 100 (bayangkan lagi tentang lebah pekerja), maka gambar punya siapakah yang akan lebih cepat selesai?

 Secara garis besar:
  • Saat kita menambah setting ISO dari 100 ke 200 (dalam aperture yang selalu konstan – kita kunci aperture di f/3.5 atau melalui mode Aperture Priority – A atau Av), kita mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah foto di sensor kamera kita sampai separuhnya (2 kali lebih cepat), dari shutter speed 1/125 ke 1/250 detik.
  • Saat kita menambah lagi ISO ke 400, kita memangkas waktu pembuatan foto sampai separuhnya lagi: 1/500 detik.
  • Setiap kali mempersingkat waktu esksposur sebanyak separuh, kita namakan menaikkan esksposur sebesar 1 stop.
Anda bisa mencoba pengertian ini dalam kasus aperture, cobalah set shutter speed kita selalu konstan pada 1/125 (atau melalui mode Shutter Priority – S atau Tv), dan ubah-ubahlah setting ISO anda dalam kelipatan 2; missal dari 100 ke 200 ke 400 …dst, lihatlah perubahan besaran aperture anda.

Foto-foto 17 Agustus Menarik Untuk Inspirasi Anda

Tanggal 17 Agustus besok, bangsa kita akan merayakan hari kemerdakaan ke-67. Karena bertepatan dengan puasa ramadhan, mungkin kemeriahan dan perayaan yang bersifat lomba-lomba di kota dan kampung biasanya diundur atau dimajukan. Nah bagi kita yang gemar menenteng kamera kemana-mana, perayaan kemerdekaan adalah obyek menarik; upacara bendera, lomba panjat pinang, balap karung sampai deretan bendera merah putih di semua tempat.

Bagi anda yang belum pernah mengabadikannya, ini saat yang tepat untuk mencobanya. Siapkan kamera dan carilah acara 17 Agustus-an di lokasi terdekat anda. Sebagai inspirasi, berikut foto-foto yang cukup menarik dengan tema kemerdekaan dan pernak-pernik 17 Agustus.

Rewards oleh Tjetjep Rustandi

Kubawa Merah Putih, Benderaku oleh Cynthia Iskandar

The 66th Indonesia Independence Day oleh Sayid Budhi

The Spirit of Independence Day oleh Firdaus Usman


Independence Day oleh Yadi Yasin

Veteran oleh Mikael Jansson

Langkah Untuk Merah Putih oleh Irawan Yani Putro

We Are Always Happy oleh I gede Lila Kantiana

Padamu Negeri oleh Memet Metz


Merah Putih di Puncak Ciremai oleh Qefy Alghifari

Merah Putihku oleh Adith

300 Panjat Pinang oleh Djamans


Jakarta oleh Marcel Van Beek

Balap Karung… oleh Bebed Praja


Happy Independence Day Indonesia oleh M Reza Faisal

Selamat hari merdeka pembaca, semoga Indonesia kembali bangkit dan makin menakjubkan.
























Canon 80D, Kamera DSLR Crop Pengganti 70D Untuk Fotografer Sekaligus Videografer

Kemarin, 18 Februari 2016, Canon mengumumkan peluncuran kamera DSLR Canon 80D. Kamera ini adlaah penerus dari Canon 70D sebagai kamera APSC kelas menengah (semi pro) di barisan kamera DSLR Canon.


Fitur Utama Canon 80D

Fitur baru paling menonjol pada Canon 80D adalah sistem autofokus yang menggunakan 45 titik fokus dengan jenis cross. Titik fokus jenis cross memang menjanjikan kecepatan dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan titik fokus jenis biasa serta mampu mendeteksi pola cahaya vertikal maupun horisontal. Sebagai perbandingan, Canon 70D hanya memiliki 19 titik fokus jenis cross.

Canon 80D juga mengandalkan sistem Dual Pixel AF yang sangat berguna saat live view dan mampu mengunci subjek yang bergerak, dua fitur yang sangat berguna untuk para videografer. Canon menggunakan sensor CMOS APSC dengan resolusi 24,2 megapiksel dengan rentang ISO antara 100 sampai 16000 9bisa dikembangkan sampai 25600). Canon 80D juga dibekali dengan pemroses gambar DIGIC 6 sehingga memungkinkan dipakai untuk memotret beruntun dengan kecepatan 6 frame per detik
.
Lihat bagaimana Dual Pixel CMOS AF bekerja:



 Di belakang, Canon 80D menggunakan LCD layar sentuh ukuran 3 inci dengan 1,04 juta titik. LCD layar sentuh ini bisa di buka dan di putar serta di naik-turunkan. Fitur pemanis Canon 80D adalah wi-fi/NFC, merekam video dengan 1080/60p, mode HDR, fitur Time-lapse, serta colokan headphone dan mikrofon yang sudah built-in.



Perbandingan Canon 80D Dengan 70D

Berikut ini perbandingan spesifikasi antara Canon 80D vs 70D

Canon 80D Canon 70D
Resolusi Sensor 24,2 megapiksel 20,2 megapiksel
Titik autofokus 45 cross type 19 cross type
Cakupan viewfinder 100% 98%
Prosesor Gambar DIGIC 6 DIGIC 5+
Shutter Lag 60 milidetik 65 milidetik
Video 1080p 60 fps 1080p 30 fps
Fitur Lain HDR 7 Time Lapse Tidak Ada
Koneksi WI-Fi & NFC Wi-Fi
Jack headphone & mikrofon mikrofon
Encoding MOV dan MP4 Hanya MOV

Harga dan Ketersediaan Canon 80D

 

anon 80D akan mulai beredar secara internasional mulai bulan Maret 2016 dengan harga US$ 1200 (Rp. 16,2 Juta) – body only atau US& 1800 dengan lensa 18-135mm f/3.5-5.6 IS USM. Nantikan kehadirannya di Indonesia selang sebulan kemudian.

Silakan lihat video promo Canon 80D berikut ini:

Melihat Bagaimana Sistem Auto AF Fine Tune Milik Nikon Bekerja

Fotografer yang sudah lama menggunakan kamera DSLR kadang mengalami apa yang dinamakan autofocus misalignment, situasi saat kita sudah menempatkan titik fokus di atempat yang kita inginkan dan kamera sudah mengkonfirmasi fokus tersebut namun saat hasil foto dilihat ternyata titik fokusnya meleset. Kadang berada sedikit di depan titik yang diinginkan (back focus) atau di depan (front focus). Untuk mengatasinya, kita harus melakukan alignment yang rumit dan butuh ketelitian.

Beruntunglah pemakai kamera Nikon, karena mulai generasi D5 dan D500, Nikon memperkenalkan sistem koreksi autofokus yang jauh lebih simpel dan lebih mudah. Nikon menamainya AF Fine Tune. Dengan AF Fine Tune, kamera akan melakukan koreksi sistem autofokus phase detect dengan meminjam keunggulan sistem autofokus contrast detect (sistem autofokus live view). 
Tips: baca artikel Memahami Perbedaan Sistem Autofokus Phase Detection vs Contrast Detection.
Kalau konsep ini terlalu membingungkan, silakan lihat video singkat buatan DP Review ini yang akan mempraktekkan bagaimana mereka menggunakan fitur AF Fine Tune di kamera untuk koreksi:



Beda Sistem Autofokus Phase Detection vs Contrast Detection

Dalam kamera digital anda, baik DSLR-mirrorless maupun kamera saku, bekerja sistem autofokus yang lumayan kompleks untuk dijelaskan, Pada intinya sistem autofokus didalam kamera bekerja mencari kontras didalam obyek foto yang masuk ke kamera. Nah dalam hal ini ada 2 cara kerja yang membedakan bagaiamana kontras dideteksi. Topik ini memang tidak terlalu praktis secara penggunaan, namun sebaiknya anda tetap tahu.

 Kedua metode yang berbeda tersebut dinamai Phase Detection serta Contrast Detection. Satu persatu kita pahami disini:

istem Autofokus Phase Detection:

Dalam sistem autofokus Phase Detection, kamera menggunakan sensor khusus untuk mendeteksi kontras dari cahaya yang masuk ke lensa. Cara mendeteksi kontras dilakukan dengan membelokkan cahaya dari lensa menggunakan cermin menuju dua buah sensor autofokus (bukan sensor foto).
Sensor ini mampu mendeteksi perbedaan fase cahaya yang masuk, saat mereka belum berimpit maka lensa akan terus digerakkan. Saat fase cahaya sudah berimpit (artinya gambar sudah fokus), maka sensor fokus akan memerintahkan kamera untuk menghentikan gerakan lensa dan mengunci fokus.

Sistem Autofokus Contrast Detection

Berbeda dengan sistem phase detection, sistem contrast detection kamera tidak membutuhkan sensor tambahan. Sistem ini mengandalkan sensor utama untuk mendeteksi apakah pola cahaya dari lensa sudah tajam atau belum.

Aplikasi

Sistem contrast detection, karena tidak menggunakan cermin (mirror) biasanya dipakai oleh kamera mirrorless maupun kamera saku.
Sementara sistem autofokus phase detection karena membutuhkan cermin biasanya dipakai oleh kamera DSLR. Kamera DSLR juga bisa memanfaatkan dua sistem ini secara bersamaan. Saat beroperasi normal DSLR memakai Phase Detection, sementara dalam live mode serta saat merekam video mereka memakai Contrast Detection.

Sifat

Kedua sistem membutuhkan adanya cahaya yang cukup, disamping itu mereka juga membutuhkan obyek foto yang memiliki kontras yang cukup sehingga mudah dideteksi. Saat anda memotret tembok mulus berwarna putih semua, lensa akan terus memutar untuk mencari fokus. Ini terjadi karena karena kamera membutuhkan obyek atau bentuk yang menonjol dibanding tembok putih mulus. Seumpama dalam tembok tersebut ada sebuah paku hitam, maka mudah bagi kamera untuk mengunci fokus di paku hitam tersebut karena memiliki kontras yang menonjol diantara lautan putih.

Keunggulan dan Kelemahan

Sistem Phase Detection saat ini jauh lebih cepat dalam mengunci fokus, sehingga mereka unggul saat dipakai memotret benda bergerak. Namun secara akurasi, Contrast Detection lebih akurat meskipun lebih lelet dalam mencari dan mengunci fokus. Kamera DSLR secara umum mengungguli kecepatan autofokus dibanding kamera mirrorless atau kamera saku yang memakai contrast detection.

Leica M-D (typ 262), Kamera Rangefinder Digital Tanpa Layar LCD

Simpel, back to basic dan melawan arus tren, itulah filosofi yang diusung oleh Leica saat meluncurkan kamera Leica M-D (typ 262) ini. Saat kamera lain berlomba membuat kamera dengan LCD layar sentuh yang bisa di putar ke depan untuk selfie, Leica malah mengeluarkan kamera yang tak dilengkapi layar LCD sama sekali.

Leica ingin menawarkan sensasi memotret dengan kamera rangefinder tanpa fitur yang tak perlu. Memotret dengan kamera ini akan membawa fotografer serasa memotret dengan kamera Leica M era tahun 80 sampai 90-an, hanya media perekam film sudah diganti sensor digital dan kartu memori.





Dengan menawarkan kamera yang simpel dan tidak neko-neko ini, Leica berharap fotografer akan lebih terfokus dan berkonsentrasi membuat foto terbaik daripada sibuk memeriksa hasil foto di layar LCD. Desain kamera ini juga khas dan konsisten dengan kamera Leica seri M sebelumnya: simpel, kokoh, elegan dan terlihat mahal.

Guna memenuhi prinsip simpel dan esensial di atas, Leica melakukan beberapa hal ini:

  • Mereka membuang layar LCD dari bagian belakang dan menggantinya dengan roda kontrol ISO
  • Mereka membuang fitur video yang sempat hadir di Leica M (typ 240)
  • Mereka konsisten menggunakan prinsip rangefinder (yang berarti mengandalkan manual fokus)
  • Hanya ada roda kontrol paling penting di body kamera: shutter speed – ISO – mode (aperture dipilih dari lensa). Tak ada lagi tombol lain selain tombol On-OFF.
 



Kalau anda penggemar rangefinder Leica, keputusan berani yang diambil produsen kamera Jerman ini mungkin tidak akan terlalu mengejutkan mengingat Leica harus melakukan diferensiasi produk dari membludaknya kamera retro yang ada di pasar saat ini: Olympus PEN-F, sederet kamera Fuji X dan lain-lain.

Dengan tidak tersedianya layar LCD, setiap kali kita memencet shutter maka file foto yang dibuat di sensor akan langsung terkirim ke kartu memori dalam format DNG (raw standar), hasil foto-pun baru bisa dilihat saat kita membukanya di software pengolah file RAW seperti Lightroom dan Photoshop. Jadi benar-benar tak ada waktu untu memeriksa hasil foto secara instan seperti kamera digital pada umumnya. Mata kita terfokus pada subjek didepan kameradan tidak akan tergoda untuk melirik hasil foto yang ada di LCD.

Selain simpel dan esensial, Leica M-D kabarnya juga dibekali suara shutter yang sangat senyap. Secara spesifikasi, Leica M-D dibekali dengan sensor full frame dengan resolusi 24 megapiksel, rentang ISO 200-6400 dan lempengan body bagian atas dan bawah diperkokoh dengan kuningan.
Kamera seperti ini tentu adalah sebuah produk niche, produk yang dibuat untuk memenuhi ceruk pasar yang kecil namun fanatik. Apalagi dengan harga yang juga khas Leica, sekitar US$ 6000 (body only lho…). Tapi produk seperti Leica M-D ini akan selalu ada yang membeli, karena Leica adalah Leica. Dan mereka yang membeli seri kamera Leica M sudah tahu persis apa yang akan mereka beli dan berapa yang harus mereka keluarkan untuk mendapatkannya.

Tips Foto: Potret Backlit Dengan Cahaya Matahari

Foto potret backlit memiliki daya tarik berbeda karena secara visual sinar matahari yang jatuh dirambut memberi dimensi berbeda. Kali ini kita akan mencoba membuat foto potret backlit dengan pencahayaan sinar matahari. Lihat foto dibawah:


Bagaimana cara membuatnya, ikuti langkah berikut:
 
Pertama-tama posisikan subyek foto sehingga matahari ada dibelakang mereka tanpa ada sinar matahari yang secara langsung jatuh ke muka. Kemudian ganti mode metering kamera dengan spot metering. Arahkan titik fokus ke muka model. Dengan melakukan ini, pada dasarnya kita memerintahkan kamera, “he kamera, muka adalah bagian terpenting, pastikan eksposure-nya bagus!!”

Saat kita memotret, wajah yang tadinya gelap karena membelakangi matahari akan menjadi lebih terang, sementara background menjadi jauh lebih terang. Dalam kasus ini, background yang sangat terang bukanlah masalah karena memang ada matahari disana.

Kalau kita memotret dengan aperture priority dan menurut kita keseluruhan foto terlalu terang, gunakan kompensasi eksposure (exposure compensation). Kompensasi eksposure memaksa kamera untuk menaikkan atau menurunkan nilai eksposure dari nilai yang menurut sistem metering kamera paling pas.

Bagaimana cara mengkompensasi eksposure untuk menggelapkan foto? di kamera DSLR Canon cukup putar quick control dial dibelakang sambil melihat panel LCD bagian atas, putar ke kiri untuk menggelapkan atau putar ke kanan untuk membuatnya terang. Di DSLR Nikon, tekan tombol exposure compensation (+/-) di bagian atas, lalu putar command dial di belakang, lihat nilai di LCD panel atas. Atau kalau anda ingin main aman, gunakan expsosure bracketing.

Cara Melakukan Bracketing Di Kamera

Bracketing atau resminya Auto Exposure Bracketing adalah teknik pemotretan untuk mengantisipasi situasi pencahayaan yang cukup rumit. Secara teknis kamera akan mengambil eksposure yang pas menurut dia dan mengambil beberapa eksposure tambahan yang over-exposed (lebih terang) dan under-exposed (lebih gelap). Dengan mengambil beberapa eksposure sekaligus, maka kemungkinan kita memperoleh foto yang pas eksposure-nya makin besar.

Jika kita sedang memotret peristiwa penting (wedding misalnya) dalam kondisi pencahayaan yang rumit, gunakan bracketing untuk mengurangi resiko kita kehilangan foto penting dengan eksposure yang pas. Begitu juga saat akan memotret HDR, gunakan bracketing untuk menghasilkan foto dengan obyek sama namun memiliki eksposure yang berbeda-beda, sehingga nantinya bisa dikombinasi untuk menghasilkan foto HDR.



Dengan kamera DSLR, kita bisa menentukan seberapa jauh variasi eksposure: mulai dari per 1/3 stop sampai per-2 stop , serta berapa jumlah total foto dalam sekali bracketing (dari 3 foto sampai 6 foto), tergantung masing-masing kamera. Bagaimana cara settingnya? payahnya adalah setiap produsen kamera memiliki cara tersendiri, jadi disini kita akan ambil dua merk utama; canon dan nikon, pemilik merk lain mohon cek ke manual masing-masing.

Cara Setting Bracketing Di Kamera DSLR Nikon





Kalau anda menggunakan Nikon D3/D4/D3S/D7000 dan sejenis, langkahnya adalah:
    1. Cari tombol bracketing (BKT) disamping kiri diatas lensa (lihat foto)
    2. Sudah ketemu tombolnya? Ok, sekarang sambil memencet tombol BKT, putar command dial (roda putar di bagian belakang atas sebelah kanan kamera) sampai layar atas menunjukkan 3 F (berarti 3 eksposure – atau 3 foto sekali bracketing)




  1. Jika anda menggunakan mode pemotretan Single Frame, anda harus memencet tombol shutter 3 kali untuk setiap eksposure. Jika anda dalam mode Continous, caranya adalah tekan lalu tahan tombol shutter maka kamera akan mengambil 3 eksposure sekaligus.
  2. Untuk Nikon lainnya (D300/D300S/D700), carilah tombol Fn dibagian bawah sebelah kanan lensa, putar main command dial belakang untuk menentukan jumlah frame dan command dial depan untuk menentukan rentang eksposure.

Cara Setting Bracketing Untuk Kamera Canon

 

 

Disini saya ambil contoh untuk kamera Canon EOS 60D/50D/7D:
  1. Masuk ke menu, lalu Shooting 2, lihat entry pertama: Expo. Comp./AEB.
  2. Pilih menu tersebut.
  3. Putar Main Dial (roda putar dibagian kanan atas) untuk memilih rentang bracketing.
  4. Tekan tombol SET
Oke silahkan mencoba.




Memahami Mode Metering Kamera DSLR

Setelah artikel sebelumnya menjelaskan tentang cara kerja metering kamera DSLR secara umum, sekarang kita akan memahami beberapa mode metering yang ada di kamera DSLR. Langsung saja:

Matrix atau Evaluative Metering

Nikon menyebutnya sebagai mode matrix, sedangkan Canon menyebutnya sebagai mode evaluative. Cara kerjanya adalah kamera membagi seluruh obyek foto yang ada dalam viewfinder menjadi beberapa zona atau wilayah, kemudian masing-masing zona tadi diukur gelap terangnya. Kamera juga menekankan zona dimana anda meletakkan titik fokus sebagai zona yang penting, sehingga nilai gelap terang disini dianggap sebagai prioritas. Setelah semua informasi tadi terkumpul, kamera akan mencoba menentukan nilai eksposur yang pas.

Selain itu, kamera DSLR juga membandingkan informasi gelap-terang diatas dengan data contoh pemotretan dalam bermacam situasi yang sudah dimasukkan ke dalam memory kamera oleh produsen untuk mementukan nilai eksposur yang menurutnya paling tepat. Mode matrix/evaluative biasanya digunakan pada hampir semua situasi pemotretan normal, paling akurat dalam kondisi sehari-hari dan paling sering digunakan. Jadi, sebelum anda menemukan situasi pemotretan yang kompleks dan sulit, pakailah mode ini.

Center Weighted Metering

Menggunakan keseluruhan area frame untuk menentukan nilai eksposur tidak selalu menghasilkan foto yang diinginkan. Bagaimana jika ingin memotret wajah dengan matahari ada dibelakangnya? Jika anda menggunakan mode matrix, kemungkinan besar wajah akan terlihat sangat gelap.



Inilah saatnya anda menggunakan mode center weighted. Mode ini mengukur refleksi cahaya disekitar titik tengah frame dan mengabaikan daerah disekitar sudut-sudut frame. Dengan begitu kamera hanya akan mengukur nilai eksposur di wajah (titik tengah viewfinder) dan mengabaikan nilai di area lain (sinar matahari yang jauh lebih terang). Dibandingkan dengan mode matrix, mode center weighted tidak melihat dimana kita meletakkan titik fokus, dia hanya melihat area disekitar titik tengah viewfinder.

Spot /Partial Metering

Spot metering hanya akan mengukur cahaya disekitar titik fokus dan mengabaikan cahaya didaerah lainnya, tepatnya hanya sekitar 3% dari keseluruhan obyek foto yang diukur. Sementara partial metering mengukur area yang sedikit lebih besar, sekitar 10% dari keseluruhan foto dan juga mengabaikan area lainnya.Kedua mode ini sama prinsip kerjanya. Mereka mengevaluasi satu zone tunggal dan menghitung eksposur murni berdasarkan hasil evaluasi tadi, sementara zone lainnya sama sekali tidak dihitung.



Contoh penggunaannya adalah saat anda memotret seorang teman yang membelakangi matahari yang bersinar terang, namun teman tersebut hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan foto sementara kita ingin memastikan dia terukur eksposure-nya dengan baik (tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang). Jika anda menggunakan matrix atau center weighted metering, kemungkinan besar teman kita hanya akan terlihat sebagai siluet, karena kamera justru mengukur cahaya matahari yang mendominasi foto.

Satu contoh lagi penggunaan spot metering adalah saat kita memotret burung. Karena burung (kecuali anda memotretnya secara close-up), mengisi sebagian kecil frame maka gunakan spot metering untuk memastikan burung sebagai obyek utama tereksposure secara tepat.


Bagaimana Mengganti Mode Metering?

Tergantung pada jenis dan merk kamera, cara penggantian mode metering cukup bervariasi. Untuk kamera SLR Digital kelas pro dan semi-pro, biasanya dilengkapi tombol terdedikasi untuk mengganti mode metering. Sementara kamera DSLR kelas pemula biasanya didalam sub-menu. Kalau anda tidak yakin, pastikan anda membaca kembali buku manual bagi kamera anda. Anda bisa mendownload ebook manual kamera untuk beberapa merk kamera disini.

Memahami Cara Kerja Metering Kamera SLR Digital (DSLR)



Setiap kamera SLR digital modern dari pabriknya dilengkapi dengan teknologi bernama Metering Mode, Exposure Metering, Camera Metering atau untuk lebih praktisnya kita sebut Metering yang sudah dirakit didalamnya. Dalam artikel ini kita akan berusaha memahami apa itu metering? bagaimana cara kerjanya serta beberapa kelemahan utama yang harus kita hadapi (underexposed & overexposed). Dalam artikel selanjutnya, lebih jauh kita pahami tentang mode metering (matrix/evaluative, center weighted & spot metering).

Apa Itu Metering? Apa Gunanya?

Secara prinsip tidak beda dengan meteran gulung yang dipakai pekerja konstruksi atau meteran pita yang dipakai tukang jahit untuk mengukur panjang, hanya metering ini dipakai oleh kamera DSLR untuk mengukur cahaya, yang secara relatif lebih njelimet dibanding dengan mengukur panjang.

Metering dipakai untuk mengukur cahaya yang dilihat oleh kamera (cahaya yang masuk ke lensa). Saat kita melihat obyek foto melalui viewfinder kamera, kondisi cahaya di obyek tersebut akan diukur oleh sistem metering. Tujuan utama dari sistem metering kamera adalah menghasilkan foto yang pas eksposure-nya. Metering melakukannya dengan menganalisa tingkat gelap terang sebuah obyek foto kemudian menentukan besarnya shutter speed, aperture serta ISO supaya hasil foto anda pas, tidak terlalu gelap ataupun tidak terlalu terang.

Hmm pusing nya…. oke, gampangya begini.Bayangkan mata anda. Saat anda merasa silau apa yang anda lakukan? memincingkan mata bukan! Secara tidak sadar anda mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata supaya anda tidak silau (tidak terlalu terang). Kebalikannya, saat merasa cahaya terlalu remang anda secara otomatis membuka mata lebar-lebar. Memincingkan mata atau membuka mata lebar-lebar supaya mata merasa nyaman saat melihat (eksposur yang pas), seperti itulah tugas sistem metering kamera.

Cara Kerja Sistem Metering Kamera & Kelemahannya

Saat kamera melihat tembok, sistem metering akan mengukur besar cahaya (gelap terang) yang dipantulkan oleh tembok tersebut (reflective). Hal ini mudah saat semua obyek foto memantulkan jumlah cahaya yang sama.

Repotnya, didunia nyata masing-masing benda memiliki tingkat pantulan yang berbeda. Saat kita memotret langit, kalau langitnya biru sempurna metering kamera akan gampang menghitung eksposur karena hanya ada satu tingkat terang yang harus dihitung (biru). Namun saat kita memotret langit dengan tambahan awan putih, metering sekarang harus menghitug kecerahan langit biru dan kecerahan awan putih dan harus berusaha menghasilkan eksposure yang optimal. Sekarang tambahkan gunung dan barisan pepohonan kedalam obyek foto diatas, maka tingkat kompleksitas yang dihadapi metering makin rumit.

Bagaimana cara para perancang sistem metering kamera mengantisipasi keadaan ini? Jawabannya adalah dengan berusaha membuat tingkat gelap terang rata-rata dari sebuah obyek foto apapun itu. Secara teknis gelap terang rata-rata bagi sistem metering kamera adalah 18% grey ( 18% abu-abu atau abu-abu normal) – tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang – lihat foto dibawah. Sebuah obyek foto dengan tingkat pantulan cahaya yang memiliki gelap terang kompleks akan “dijinakkan” dengan cara ini.

18%-abu-grey

Solusi ini secara umum memang bisa kita pakai untuk memotret kondisi normal. Namun ketika kita dihadapkan pada kondisi misalnya anda akan memotret wajah teman dengan background putih sempurna, kamera akan menjadikan wajah teman anda lebih gelap karena harus mengantisipasi background putih dan membawanya kearah 18% grey alias underexposed. Atau misalnya saat anda memotret bunga didalam gelas kaca kecil yang diletakkan diatas taplak meja hitam, maka didalam foto bunga akan lebih terang dari aslinya karena harus membawa taplak meja hitam tadi ke arah 18% grey alias overexposed.

Lalu Kita Harus Bagaimana?

Seperti halnya kita tidak bisa terus menerus menggunakan auto eksposure, untuk menghasilkan foto yang bagus kita tidak bisa menggunakan sistem metering kamera tanpa beberapa trik (meninggalkannya dalam posisi default). Agar lebih jelas, silahkan baca beberapa mode metering yang bisa membantu kita mengantisipasi kelemahan sistem metering ini.


Ads Inside Post