Leica ingin menawarkan sensasi memotret dengan kamera rangefinder tanpa fitur yang tak perlu. Memotret dengan kamera ini akan membawa fotografer serasa memotret dengan kamera Leica M era tahun 80 sampai 90-an, hanya media perekam film sudah diganti sensor digital dan kartu memori.
Guna memenuhi prinsip simpel dan esensial di atas, Leica melakukan beberapa hal ini:
- Mereka membuang layar LCD dari bagian belakang dan menggantinya dengan roda kontrol ISO
- Mereka membuang fitur video yang sempat hadir di Leica M (typ 240)
- Mereka konsisten menggunakan prinsip rangefinder (yang berarti mengandalkan manual fokus)
- Hanya ada roda kontrol paling penting di body kamera: shutter speed – ISO – mode (aperture dipilih dari lensa). Tak ada lagi tombol lain selain tombol On-OFF.
Dengan tidak tersedianya layar LCD, setiap kali kita memencet shutter maka file foto yang dibuat di sensor akan langsung terkirim ke kartu memori dalam format DNG (raw standar), hasil foto-pun baru bisa dilihat saat kita membukanya di software pengolah file RAW seperti Lightroom dan Photoshop. Jadi benar-benar tak ada waktu untu memeriksa hasil foto secara instan seperti kamera digital pada umumnya. Mata kita terfokus pada subjek didepan kameradan tidak akan tergoda untuk melirik hasil foto yang ada di LCD.
Selain simpel dan esensial, Leica M-D kabarnya juga dibekali suara shutter yang sangat senyap. Secara spesifikasi, Leica M-D dibekali dengan sensor full frame dengan resolusi 24 megapiksel, rentang ISO 200-6400 dan lempengan body bagian atas dan bawah diperkokoh dengan kuningan.
Kamera seperti ini tentu adalah sebuah produk niche, produk yang dibuat untuk memenuhi ceruk pasar yang kecil namun fanatik. Apalagi dengan harga yang juga khas Leica, sekitar US$ 6000 (body only lho…). Tapi produk seperti Leica M-D ini akan selalu ada yang membeli, karena Leica adalah Leica. Dan mereka yang membeli seri kamera Leica M sudah tahu persis apa yang akan mereka beli dan berapa yang harus mereka keluarkan untuk mendapatkannya.