Foto-foto 17 Agustus Menarik Untuk Inspirasi Anda

Tanggal 17 Agustus besok, bangsa kita akan merayakan hari kemerdakaan ke-67. Karena bertepatan dengan puasa ramadhan, mungkin kemeriahan dan perayaan yang bersifat lomba-lomba di kota dan kampung biasanya diundur atau dimajukan. Nah bagi kita yang gemar menenteng kamera kemana-mana, perayaan kemerdekaan adalah obyek menarik; upacara bendera, lomba panjat pinang, balap karung sampai deretan bendera merah putih di semua tempat.

Bagi anda yang belum pernah mengabadikannya, ini saat yang tepat untuk mencobanya. Siapkan kamera dan carilah acara 17 Agustus-an di lokasi terdekat anda. Sebagai inspirasi, berikut foto-foto yang cukup menarik dengan tema kemerdekaan dan pernak-pernik 17 Agustus.

Rewards oleh Tjetjep Rustandi

Kubawa Merah Putih, Benderaku oleh Cynthia Iskandar

The 66th Indonesia Independence Day oleh Sayid Budhi

The Spirit of Independence Day oleh Firdaus Usman


Independence Day oleh Yadi Yasin

Veteran oleh Mikael Jansson

Langkah Untuk Merah Putih oleh Irawan Yani Putro

We Are Always Happy oleh I gede Lila Kantiana

Padamu Negeri oleh Memet Metz


Merah Putih di Puncak Ciremai oleh Qefy Alghifari

Merah Putihku oleh Adith

300 Panjat Pinang oleh Djamans


Jakarta oleh Marcel Van Beek

Balap Karung… oleh Bebed Praja


Happy Independence Day Indonesia oleh M Reza Faisal

Selamat hari merdeka pembaca, semoga Indonesia kembali bangkit dan makin menakjubkan.
























Canon 80D, Kamera DSLR Crop Pengganti 70D Untuk Fotografer Sekaligus Videografer

Kemarin, 18 Februari 2016, Canon mengumumkan peluncuran kamera DSLR Canon 80D. Kamera ini adlaah penerus dari Canon 70D sebagai kamera APSC kelas menengah (semi pro) di barisan kamera DSLR Canon.


Fitur Utama Canon 80D

Fitur baru paling menonjol pada Canon 80D adalah sistem autofokus yang menggunakan 45 titik fokus dengan jenis cross. Titik fokus jenis cross memang menjanjikan kecepatan dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan titik fokus jenis biasa serta mampu mendeteksi pola cahaya vertikal maupun horisontal. Sebagai perbandingan, Canon 70D hanya memiliki 19 titik fokus jenis cross.

Canon 80D juga mengandalkan sistem Dual Pixel AF yang sangat berguna saat live view dan mampu mengunci subjek yang bergerak, dua fitur yang sangat berguna untuk para videografer. Canon menggunakan sensor CMOS APSC dengan resolusi 24,2 megapiksel dengan rentang ISO antara 100 sampai 16000 9bisa dikembangkan sampai 25600). Canon 80D juga dibekali dengan pemroses gambar DIGIC 6 sehingga memungkinkan dipakai untuk memotret beruntun dengan kecepatan 6 frame per detik
.
Lihat bagaimana Dual Pixel CMOS AF bekerja:



 Di belakang, Canon 80D menggunakan LCD layar sentuh ukuran 3 inci dengan 1,04 juta titik. LCD layar sentuh ini bisa di buka dan di putar serta di naik-turunkan. Fitur pemanis Canon 80D adalah wi-fi/NFC, merekam video dengan 1080/60p, mode HDR, fitur Time-lapse, serta colokan headphone dan mikrofon yang sudah built-in.



Perbandingan Canon 80D Dengan 70D

Berikut ini perbandingan spesifikasi antara Canon 80D vs 70D

Canon 80D Canon 70D
Resolusi Sensor 24,2 megapiksel 20,2 megapiksel
Titik autofokus 45 cross type 19 cross type
Cakupan viewfinder 100% 98%
Prosesor Gambar DIGIC 6 DIGIC 5+
Shutter Lag 60 milidetik 65 milidetik
Video 1080p 60 fps 1080p 30 fps
Fitur Lain HDR 7 Time Lapse Tidak Ada
Koneksi WI-Fi & NFC Wi-Fi
Jack headphone & mikrofon mikrofon
Encoding MOV dan MP4 Hanya MOV

Harga dan Ketersediaan Canon 80D

 

anon 80D akan mulai beredar secara internasional mulai bulan Maret 2016 dengan harga US$ 1200 (Rp. 16,2 Juta) – body only atau US& 1800 dengan lensa 18-135mm f/3.5-5.6 IS USM. Nantikan kehadirannya di Indonesia selang sebulan kemudian.

Silakan lihat video promo Canon 80D berikut ini:

Melihat Bagaimana Sistem Auto AF Fine Tune Milik Nikon Bekerja

Fotografer yang sudah lama menggunakan kamera DSLR kadang mengalami apa yang dinamakan autofocus misalignment, situasi saat kita sudah menempatkan titik fokus di atempat yang kita inginkan dan kamera sudah mengkonfirmasi fokus tersebut namun saat hasil foto dilihat ternyata titik fokusnya meleset. Kadang berada sedikit di depan titik yang diinginkan (back focus) atau di depan (front focus). Untuk mengatasinya, kita harus melakukan alignment yang rumit dan butuh ketelitian.

Beruntunglah pemakai kamera Nikon, karena mulai generasi D5 dan D500, Nikon memperkenalkan sistem koreksi autofokus yang jauh lebih simpel dan lebih mudah. Nikon menamainya AF Fine Tune. Dengan AF Fine Tune, kamera akan melakukan koreksi sistem autofokus phase detect dengan meminjam keunggulan sistem autofokus contrast detect (sistem autofokus live view). 
Tips: baca artikel Memahami Perbedaan Sistem Autofokus Phase Detection vs Contrast Detection.
Kalau konsep ini terlalu membingungkan, silakan lihat video singkat buatan DP Review ini yang akan mempraktekkan bagaimana mereka menggunakan fitur AF Fine Tune di kamera untuk koreksi:



Beda Sistem Autofokus Phase Detection vs Contrast Detection

Dalam kamera digital anda, baik DSLR-mirrorless maupun kamera saku, bekerja sistem autofokus yang lumayan kompleks untuk dijelaskan, Pada intinya sistem autofokus didalam kamera bekerja mencari kontras didalam obyek foto yang masuk ke kamera. Nah dalam hal ini ada 2 cara kerja yang membedakan bagaiamana kontras dideteksi. Topik ini memang tidak terlalu praktis secara penggunaan, namun sebaiknya anda tetap tahu.

 Kedua metode yang berbeda tersebut dinamai Phase Detection serta Contrast Detection. Satu persatu kita pahami disini:

istem Autofokus Phase Detection:

Dalam sistem autofokus Phase Detection, kamera menggunakan sensor khusus untuk mendeteksi kontras dari cahaya yang masuk ke lensa. Cara mendeteksi kontras dilakukan dengan membelokkan cahaya dari lensa menggunakan cermin menuju dua buah sensor autofokus (bukan sensor foto).
Sensor ini mampu mendeteksi perbedaan fase cahaya yang masuk, saat mereka belum berimpit maka lensa akan terus digerakkan. Saat fase cahaya sudah berimpit (artinya gambar sudah fokus), maka sensor fokus akan memerintahkan kamera untuk menghentikan gerakan lensa dan mengunci fokus.

Sistem Autofokus Contrast Detection

Berbeda dengan sistem phase detection, sistem contrast detection kamera tidak membutuhkan sensor tambahan. Sistem ini mengandalkan sensor utama untuk mendeteksi apakah pola cahaya dari lensa sudah tajam atau belum.

Aplikasi

Sistem contrast detection, karena tidak menggunakan cermin (mirror) biasanya dipakai oleh kamera mirrorless maupun kamera saku.
Sementara sistem autofokus phase detection karena membutuhkan cermin biasanya dipakai oleh kamera DSLR. Kamera DSLR juga bisa memanfaatkan dua sistem ini secara bersamaan. Saat beroperasi normal DSLR memakai Phase Detection, sementara dalam live mode serta saat merekam video mereka memakai Contrast Detection.

Sifat

Kedua sistem membutuhkan adanya cahaya yang cukup, disamping itu mereka juga membutuhkan obyek foto yang memiliki kontras yang cukup sehingga mudah dideteksi. Saat anda memotret tembok mulus berwarna putih semua, lensa akan terus memutar untuk mencari fokus. Ini terjadi karena karena kamera membutuhkan obyek atau bentuk yang menonjol dibanding tembok putih mulus. Seumpama dalam tembok tersebut ada sebuah paku hitam, maka mudah bagi kamera untuk mengunci fokus di paku hitam tersebut karena memiliki kontras yang menonjol diantara lautan putih.

Keunggulan dan Kelemahan

Sistem Phase Detection saat ini jauh lebih cepat dalam mengunci fokus, sehingga mereka unggul saat dipakai memotret benda bergerak. Namun secara akurasi, Contrast Detection lebih akurat meskipun lebih lelet dalam mencari dan mengunci fokus. Kamera DSLR secara umum mengungguli kecepatan autofokus dibanding kamera mirrorless atau kamera saku yang memakai contrast detection.

Leica M-D (typ 262), Kamera Rangefinder Digital Tanpa Layar LCD

Simpel, back to basic dan melawan arus tren, itulah filosofi yang diusung oleh Leica saat meluncurkan kamera Leica M-D (typ 262) ini. Saat kamera lain berlomba membuat kamera dengan LCD layar sentuh yang bisa di putar ke depan untuk selfie, Leica malah mengeluarkan kamera yang tak dilengkapi layar LCD sama sekali.

Leica ingin menawarkan sensasi memotret dengan kamera rangefinder tanpa fitur yang tak perlu. Memotret dengan kamera ini akan membawa fotografer serasa memotret dengan kamera Leica M era tahun 80 sampai 90-an, hanya media perekam film sudah diganti sensor digital dan kartu memori.





Dengan menawarkan kamera yang simpel dan tidak neko-neko ini, Leica berharap fotografer akan lebih terfokus dan berkonsentrasi membuat foto terbaik daripada sibuk memeriksa hasil foto di layar LCD. Desain kamera ini juga khas dan konsisten dengan kamera Leica seri M sebelumnya: simpel, kokoh, elegan dan terlihat mahal.

Guna memenuhi prinsip simpel dan esensial di atas, Leica melakukan beberapa hal ini:

  • Mereka membuang layar LCD dari bagian belakang dan menggantinya dengan roda kontrol ISO
  • Mereka membuang fitur video yang sempat hadir di Leica M (typ 240)
  • Mereka konsisten menggunakan prinsip rangefinder (yang berarti mengandalkan manual fokus)
  • Hanya ada roda kontrol paling penting di body kamera: shutter speed – ISO – mode (aperture dipilih dari lensa). Tak ada lagi tombol lain selain tombol On-OFF.
 



Kalau anda penggemar rangefinder Leica, keputusan berani yang diambil produsen kamera Jerman ini mungkin tidak akan terlalu mengejutkan mengingat Leica harus melakukan diferensiasi produk dari membludaknya kamera retro yang ada di pasar saat ini: Olympus PEN-F, sederet kamera Fuji X dan lain-lain.

Dengan tidak tersedianya layar LCD, setiap kali kita memencet shutter maka file foto yang dibuat di sensor akan langsung terkirim ke kartu memori dalam format DNG (raw standar), hasil foto-pun baru bisa dilihat saat kita membukanya di software pengolah file RAW seperti Lightroom dan Photoshop. Jadi benar-benar tak ada waktu untu memeriksa hasil foto secara instan seperti kamera digital pada umumnya. Mata kita terfokus pada subjek didepan kameradan tidak akan tergoda untuk melirik hasil foto yang ada di LCD.

Selain simpel dan esensial, Leica M-D kabarnya juga dibekali suara shutter yang sangat senyap. Secara spesifikasi, Leica M-D dibekali dengan sensor full frame dengan resolusi 24 megapiksel, rentang ISO 200-6400 dan lempengan body bagian atas dan bawah diperkokoh dengan kuningan.
Kamera seperti ini tentu adalah sebuah produk niche, produk yang dibuat untuk memenuhi ceruk pasar yang kecil namun fanatik. Apalagi dengan harga yang juga khas Leica, sekitar US$ 6000 (body only lho…). Tapi produk seperti Leica M-D ini akan selalu ada yang membeli, karena Leica adalah Leica. Dan mereka yang membeli seri kamera Leica M sudah tahu persis apa yang akan mereka beli dan berapa yang harus mereka keluarkan untuk mendapatkannya.

Tips Foto: Potret Backlit Dengan Cahaya Matahari

Foto potret backlit memiliki daya tarik berbeda karena secara visual sinar matahari yang jatuh dirambut memberi dimensi berbeda. Kali ini kita akan mencoba membuat foto potret backlit dengan pencahayaan sinar matahari. Lihat foto dibawah:


Bagaimana cara membuatnya, ikuti langkah berikut:
 
Pertama-tama posisikan subyek foto sehingga matahari ada dibelakang mereka tanpa ada sinar matahari yang secara langsung jatuh ke muka. Kemudian ganti mode metering kamera dengan spot metering. Arahkan titik fokus ke muka model. Dengan melakukan ini, pada dasarnya kita memerintahkan kamera, “he kamera, muka adalah bagian terpenting, pastikan eksposure-nya bagus!!”

Saat kita memotret, wajah yang tadinya gelap karena membelakangi matahari akan menjadi lebih terang, sementara background menjadi jauh lebih terang. Dalam kasus ini, background yang sangat terang bukanlah masalah karena memang ada matahari disana.

Kalau kita memotret dengan aperture priority dan menurut kita keseluruhan foto terlalu terang, gunakan kompensasi eksposure (exposure compensation). Kompensasi eksposure memaksa kamera untuk menaikkan atau menurunkan nilai eksposure dari nilai yang menurut sistem metering kamera paling pas.

Bagaimana cara mengkompensasi eksposure untuk menggelapkan foto? di kamera DSLR Canon cukup putar quick control dial dibelakang sambil melihat panel LCD bagian atas, putar ke kiri untuk menggelapkan atau putar ke kanan untuk membuatnya terang. Di DSLR Nikon, tekan tombol exposure compensation (+/-) di bagian atas, lalu putar command dial di belakang, lihat nilai di LCD panel atas. Atau kalau anda ingin main aman, gunakan expsosure bracketing.

Cara Melakukan Bracketing Di Kamera

Bracketing atau resminya Auto Exposure Bracketing adalah teknik pemotretan untuk mengantisipasi situasi pencahayaan yang cukup rumit. Secara teknis kamera akan mengambil eksposure yang pas menurut dia dan mengambil beberapa eksposure tambahan yang over-exposed (lebih terang) dan under-exposed (lebih gelap). Dengan mengambil beberapa eksposure sekaligus, maka kemungkinan kita memperoleh foto yang pas eksposure-nya makin besar.

Jika kita sedang memotret peristiwa penting (wedding misalnya) dalam kondisi pencahayaan yang rumit, gunakan bracketing untuk mengurangi resiko kita kehilangan foto penting dengan eksposure yang pas. Begitu juga saat akan memotret HDR, gunakan bracketing untuk menghasilkan foto dengan obyek sama namun memiliki eksposure yang berbeda-beda, sehingga nantinya bisa dikombinasi untuk menghasilkan foto HDR.



Dengan kamera DSLR, kita bisa menentukan seberapa jauh variasi eksposure: mulai dari per 1/3 stop sampai per-2 stop , serta berapa jumlah total foto dalam sekali bracketing (dari 3 foto sampai 6 foto), tergantung masing-masing kamera. Bagaimana cara settingnya? payahnya adalah setiap produsen kamera memiliki cara tersendiri, jadi disini kita akan ambil dua merk utama; canon dan nikon, pemilik merk lain mohon cek ke manual masing-masing.

Cara Setting Bracketing Di Kamera DSLR Nikon





Kalau anda menggunakan Nikon D3/D4/D3S/D7000 dan sejenis, langkahnya adalah:
    1. Cari tombol bracketing (BKT) disamping kiri diatas lensa (lihat foto)
    2. Sudah ketemu tombolnya? Ok, sekarang sambil memencet tombol BKT, putar command dial (roda putar di bagian belakang atas sebelah kanan kamera) sampai layar atas menunjukkan 3 F (berarti 3 eksposure – atau 3 foto sekali bracketing)




  1. Jika anda menggunakan mode pemotretan Single Frame, anda harus memencet tombol shutter 3 kali untuk setiap eksposure. Jika anda dalam mode Continous, caranya adalah tekan lalu tahan tombol shutter maka kamera akan mengambil 3 eksposure sekaligus.
  2. Untuk Nikon lainnya (D300/D300S/D700), carilah tombol Fn dibagian bawah sebelah kanan lensa, putar main command dial belakang untuk menentukan jumlah frame dan command dial depan untuk menentukan rentang eksposure.

Cara Setting Bracketing Untuk Kamera Canon

 

 

Disini saya ambil contoh untuk kamera Canon EOS 60D/50D/7D:
  1. Masuk ke menu, lalu Shooting 2, lihat entry pertama: Expo. Comp./AEB.
  2. Pilih menu tersebut.
  3. Putar Main Dial (roda putar dibagian kanan atas) untuk memilih rentang bracketing.
  4. Tekan tombol SET
Oke silahkan mencoba.




Memahami Mode Metering Kamera DSLR

Setelah artikel sebelumnya menjelaskan tentang cara kerja metering kamera DSLR secara umum, sekarang kita akan memahami beberapa mode metering yang ada di kamera DSLR. Langsung saja:

Matrix atau Evaluative Metering

Nikon menyebutnya sebagai mode matrix, sedangkan Canon menyebutnya sebagai mode evaluative. Cara kerjanya adalah kamera membagi seluruh obyek foto yang ada dalam viewfinder menjadi beberapa zona atau wilayah, kemudian masing-masing zona tadi diukur gelap terangnya. Kamera juga menekankan zona dimana anda meletakkan titik fokus sebagai zona yang penting, sehingga nilai gelap terang disini dianggap sebagai prioritas. Setelah semua informasi tadi terkumpul, kamera akan mencoba menentukan nilai eksposur yang pas.

Selain itu, kamera DSLR juga membandingkan informasi gelap-terang diatas dengan data contoh pemotretan dalam bermacam situasi yang sudah dimasukkan ke dalam memory kamera oleh produsen untuk mementukan nilai eksposur yang menurutnya paling tepat. Mode matrix/evaluative biasanya digunakan pada hampir semua situasi pemotretan normal, paling akurat dalam kondisi sehari-hari dan paling sering digunakan. Jadi, sebelum anda menemukan situasi pemotretan yang kompleks dan sulit, pakailah mode ini.

Center Weighted Metering

Menggunakan keseluruhan area frame untuk menentukan nilai eksposur tidak selalu menghasilkan foto yang diinginkan. Bagaimana jika ingin memotret wajah dengan matahari ada dibelakangnya? Jika anda menggunakan mode matrix, kemungkinan besar wajah akan terlihat sangat gelap.



Inilah saatnya anda menggunakan mode center weighted. Mode ini mengukur refleksi cahaya disekitar titik tengah frame dan mengabaikan daerah disekitar sudut-sudut frame. Dengan begitu kamera hanya akan mengukur nilai eksposur di wajah (titik tengah viewfinder) dan mengabaikan nilai di area lain (sinar matahari yang jauh lebih terang). Dibandingkan dengan mode matrix, mode center weighted tidak melihat dimana kita meletakkan titik fokus, dia hanya melihat area disekitar titik tengah viewfinder.

Spot /Partial Metering

Spot metering hanya akan mengukur cahaya disekitar titik fokus dan mengabaikan cahaya didaerah lainnya, tepatnya hanya sekitar 3% dari keseluruhan obyek foto yang diukur. Sementara partial metering mengukur area yang sedikit lebih besar, sekitar 10% dari keseluruhan foto dan juga mengabaikan area lainnya.Kedua mode ini sama prinsip kerjanya. Mereka mengevaluasi satu zone tunggal dan menghitung eksposur murni berdasarkan hasil evaluasi tadi, sementara zone lainnya sama sekali tidak dihitung.



Contoh penggunaannya adalah saat anda memotret seorang teman yang membelakangi matahari yang bersinar terang, namun teman tersebut hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan foto sementara kita ingin memastikan dia terukur eksposure-nya dengan baik (tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang). Jika anda menggunakan matrix atau center weighted metering, kemungkinan besar teman kita hanya akan terlihat sebagai siluet, karena kamera justru mengukur cahaya matahari yang mendominasi foto.

Satu contoh lagi penggunaan spot metering adalah saat kita memotret burung. Karena burung (kecuali anda memotretnya secara close-up), mengisi sebagian kecil frame maka gunakan spot metering untuk memastikan burung sebagai obyek utama tereksposure secara tepat.


Bagaimana Mengganti Mode Metering?

Tergantung pada jenis dan merk kamera, cara penggantian mode metering cukup bervariasi. Untuk kamera SLR Digital kelas pro dan semi-pro, biasanya dilengkapi tombol terdedikasi untuk mengganti mode metering. Sementara kamera DSLR kelas pemula biasanya didalam sub-menu. Kalau anda tidak yakin, pastikan anda membaca kembali buku manual bagi kamera anda. Anda bisa mendownload ebook manual kamera untuk beberapa merk kamera disini.

Memahami Cara Kerja Metering Kamera SLR Digital (DSLR)



Setiap kamera SLR digital modern dari pabriknya dilengkapi dengan teknologi bernama Metering Mode, Exposure Metering, Camera Metering atau untuk lebih praktisnya kita sebut Metering yang sudah dirakit didalamnya. Dalam artikel ini kita akan berusaha memahami apa itu metering? bagaimana cara kerjanya serta beberapa kelemahan utama yang harus kita hadapi (underexposed & overexposed). Dalam artikel selanjutnya, lebih jauh kita pahami tentang mode metering (matrix/evaluative, center weighted & spot metering).

Apa Itu Metering? Apa Gunanya?

Secara prinsip tidak beda dengan meteran gulung yang dipakai pekerja konstruksi atau meteran pita yang dipakai tukang jahit untuk mengukur panjang, hanya metering ini dipakai oleh kamera DSLR untuk mengukur cahaya, yang secara relatif lebih njelimet dibanding dengan mengukur panjang.

Metering dipakai untuk mengukur cahaya yang dilihat oleh kamera (cahaya yang masuk ke lensa). Saat kita melihat obyek foto melalui viewfinder kamera, kondisi cahaya di obyek tersebut akan diukur oleh sistem metering. Tujuan utama dari sistem metering kamera adalah menghasilkan foto yang pas eksposure-nya. Metering melakukannya dengan menganalisa tingkat gelap terang sebuah obyek foto kemudian menentukan besarnya shutter speed, aperture serta ISO supaya hasil foto anda pas, tidak terlalu gelap ataupun tidak terlalu terang.

Hmm pusing nya…. oke, gampangya begini.Bayangkan mata anda. Saat anda merasa silau apa yang anda lakukan? memincingkan mata bukan! Secara tidak sadar anda mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata supaya anda tidak silau (tidak terlalu terang). Kebalikannya, saat merasa cahaya terlalu remang anda secara otomatis membuka mata lebar-lebar. Memincingkan mata atau membuka mata lebar-lebar supaya mata merasa nyaman saat melihat (eksposur yang pas), seperti itulah tugas sistem metering kamera.

Cara Kerja Sistem Metering Kamera & Kelemahannya

Saat kamera melihat tembok, sistem metering akan mengukur besar cahaya (gelap terang) yang dipantulkan oleh tembok tersebut (reflective). Hal ini mudah saat semua obyek foto memantulkan jumlah cahaya yang sama.

Repotnya, didunia nyata masing-masing benda memiliki tingkat pantulan yang berbeda. Saat kita memotret langit, kalau langitnya biru sempurna metering kamera akan gampang menghitung eksposur karena hanya ada satu tingkat terang yang harus dihitung (biru). Namun saat kita memotret langit dengan tambahan awan putih, metering sekarang harus menghitug kecerahan langit biru dan kecerahan awan putih dan harus berusaha menghasilkan eksposure yang optimal. Sekarang tambahkan gunung dan barisan pepohonan kedalam obyek foto diatas, maka tingkat kompleksitas yang dihadapi metering makin rumit.

Bagaimana cara para perancang sistem metering kamera mengantisipasi keadaan ini? Jawabannya adalah dengan berusaha membuat tingkat gelap terang rata-rata dari sebuah obyek foto apapun itu. Secara teknis gelap terang rata-rata bagi sistem metering kamera adalah 18% grey ( 18% abu-abu atau abu-abu normal) – tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang – lihat foto dibawah. Sebuah obyek foto dengan tingkat pantulan cahaya yang memiliki gelap terang kompleks akan “dijinakkan” dengan cara ini.

18%-abu-grey

Solusi ini secara umum memang bisa kita pakai untuk memotret kondisi normal. Namun ketika kita dihadapkan pada kondisi misalnya anda akan memotret wajah teman dengan background putih sempurna, kamera akan menjadikan wajah teman anda lebih gelap karena harus mengantisipasi background putih dan membawanya kearah 18% grey alias underexposed. Atau misalnya saat anda memotret bunga didalam gelas kaca kecil yang diletakkan diatas taplak meja hitam, maka didalam foto bunga akan lebih terang dari aslinya karena harus membawa taplak meja hitam tadi ke arah 18% grey alias overexposed.

Lalu Kita Harus Bagaimana?

Seperti halnya kita tidak bisa terus menerus menggunakan auto eksposure, untuk menghasilkan foto yang bagus kita tidak bisa menggunakan sistem metering kamera tanpa beberapa trik (meninggalkannya dalam posisi default). Agar lebih jelas, silahkan baca beberapa mode metering yang bisa membantu kita mengantisipasi kelemahan sistem metering ini.


Tips Memotret HDR Agar Lebih Menarik


Berikut beberapa tips singkat memotret High Dynamics Range (HDR), supaya foto HDR yang anda hasilkan nantinya bisa lebih bagus:

  • Gunakan fitur bracketing yang ada di kamera SLR digital anda. Dengan menggunakan fitur bracketing, kamera akan secara otomatis menaik-turunkan nilai eksposur (stop) dengan sangat cepat, jauh lebih nyaman dibanding tangan kita harus sibuk memutar tombol dial. – Baca cara menggunakan bracketing untuk SLR Canon/Nikon disini 
  • Ambil 3,5 atau 7 jepretan. Kebanyakan foto HDR pada kondisi normal dihasilkan dari 5 foto dengan nilai eksposur berbeda dan kemudian digabungkan. Jika anda menghadapi obyek foto dengan beda gelap-terang yang terlalu mencolok, ambil 7 eksposur sekaligus sehingga hasilnya lebih bagus lagi
  • Jangan mengubah-ubah nilai aperture dalam satu seri pemotretan untuk sebuah obyek. Setel mode eksposur pada posisi Aperture Priority (A atau Av) untuk menjamin ketajaman hasil akhir foto HDR. Jika anda mengubah-ubah nilai aperture, maka fokus kamera juga akan berubah, sehingga daerah tajam foto menjadi tidak konsisten
  • Gunakan matrix metering atau evaluative metering dimana kamera akan mengukur semua elemen dalam obyek foto sebelum menentukan berapa besaran eksposur yang dibutuhkan
  • Pakailah tripod untuk menjamin hasil akhir foto tidak kabur. Dengan menggunakan tripod, foto kita akan lebih tajam karena konsisten dari satu jepretan ke jepretan berikutnya. Jika anda memiliki shutter release, pakai sekalian.
  • Jika memungkinkan, gunakan format RAW saat memotret HDR.
Catatan: untuk memproses hasil foto HDR anda dengan Photoshop, baca langkahnya disini.

Kredit foto: Spreng Ben
 

Panduan Mengolah Foto HDR Di Photoshop CS4

  • Klik OK
Setelah membaca tips mengambil foto mentah HDR, sekarang saatnya anda mulai mengolah foto-foto tersebut menjadi foto HDR “matang” dengan menggunakan Photoshop (Selain Photoshop, anda juga bisa menggunakan Photomatix Pro untuk mengolah HDR.

Inilah langkah-langkahnya:

1. Buka aplikasi photoshop. Klik: File > Automate > Merge to HDR > Klik Browse

2. Pilih file yang sudah disiapkan (Ctrl + klik : Win;  Command + Klik : Mac), centang pada opsi Attempt to Automatically Align Source Images, lalu klik OK


3. Anda akan dibawa ke kotak dialog menu HDR, saat ini hasil kombinasi belum akan memuaskan


 4. Dikotak dialog HDR, hanya ada satu setting yang perlu dilakukan yaitu setting white point pada histogram dipojok kanan atas. Jika dirasa perlu, geserlah slider di bawah histogram tersebut sampai anda puas dengan tampilan foto kemudian klik OK

5. Kita akan dibawa ke menu utama photoshop, dan gambar kelihatan makin jelek. Jangan khawatir, itu karena foto berada dalam mode 32 bit yang berada diluar kemampuan monitor kita, kita akan mengubahnya

6. Klik Image > Mode > pilih 8-bit/channels atau 16-bit/channels (jika komputer anda cukup lambat, saya sarankan pilih 8-bit)

7. Akan muncul kotak dialog lagi:


8. Dikotak pilih setting berikut:

  • Method: Local Adaptation
  • Klik lambang kecil disebelah kiri tulisan Toning Curve and Histogram
  • Akan muncul kurva yang akan kita mainkan: 
  1. Klik pojok kanan atas pada histogram, lalu geserlah ke kiri sampai mendekati ujung kanan histogram
  2. Klik pojok kiri bawah histogram, lalu geserlah ke kanan sampai mendekati ujung kiri histogram
  • Set Radius pada 2 px, settingnya menjadi seperti dibawah:

  •  Klik OK
9. Simpan foto dengan Ctrl – S (win) atau Command – S (Mac) atau klik File > Save As

10. Saat kotak dialog Save As muncul, beri nama kemudian ubah format file dari PSD ke TIFF lalu klik OK

Kita akan melakukan pengolahan lanjut untuk memperbaiki hasil foto secara keseluruhan:
11. Kembali lagi ke menu utama Photoshop: Klik File > Open As

12. Saat kotak dialog muncul, pilih file yang baru saja disimpan. Kita akan mengolah file tersebut di Adobe Camera Raw, oleh karena itu kita harus melakukan langkah tambahan, caranya klik pada pop-up menu Open AS dibawah File Name kemudian pilih Camera Raw (lihat gambar di bawah)


 13. Anda akan dibawa ke Adobe Camera Raw. Lakukan beberapa langkah tambahan untuk memperbaiki foto terutama warna dan kontras atau sesuai selera anda:


  • Temperature pada dasarnya adalah setelan white balance, lakukan tweaking temperatur sesuai selera (misal agar langit tampak lebih biru beri nilai –4, temperatur kecil: biru dan temperatur besar: kuning)
  • Recovery berguna untuk memperbaiki highlight (bagian terang) yang berlebihan supaya detailnya muncul kembali
  • Saya sarankan nilai brightness dan contrast tidak perlu diubah
  • Naikkan clarity untuk memperbaiki detail
  • Vibrance untuk meningkatkan kontras warna
14. Setelah selesai melakukan tweaking melalui Camera Raw klik tombol Open  Image di bawah

15. Hasil akhir akan dibuka di menu utama photoshop, dan selanjutnya bisa dilakukan sharpening ( Filter > Sharpen > Unsharp Mask ; amount: 120%, 1.0 untuk radius, Treshold 3) lalu klik OK

16. Atau bila anda tidak menginginkan sharpening, file bisa langsung disimpan sesuai ekstensi yang dikehendaki (JPG, TIFF atau PSD) tanpa langkah (15) diatas.. Berikut adalah contoh foto sebelum (mean exposure) dan sesudah diolah


 Semoga berguna.

RAW vs JPEG: Format Mana Yang Lebih Baik?

Pengguna kamera digital SLR atau Saku tingkat lanjut (prosumer) sering dihantui pernyataan mendasar sebelum memulai pemotretan: format file apakah yang akan saya pilih, JPEG/JPG ataukah RAW?
Artikel ini akan membahas secara singkat dan mudah (dijamin tidak ada persamaan matematika dan fisika) beda diantara keduanya. 


Pada dasarnya kebanyakan kamera bekerja dengan cara seperti ini: Saat kita memencet tombol shutter, kamera akan merekam data mentah yang diterima sensor (baca RAW). Berdasar data ini, software di dalam kamera akan memutuskan beberapa parameter, misalnya seberapa jauh foto perlu dipertajam, setting white balance mana yang sesuai, berapa level eksposur yang dipakai, seberapa besar saturasi warna-nya dan seberapa besar beda kontrasnya dll. Hasil pengolahan data oleh software di dalam kamera ini selanjutnya dikirim ke memory card dalam bentuk file JPEG.

Sudah paham bedanya kan?

Ya, RAW adalah data mentah yang langsung ditangkap sensor sedangkan JPEG adalah data matang yang sudah diolah oleh software kamera. Jika kita memutuskan untuk memilih format RAW, berarti kita memerintahkan kamera untuk langsung mengirim data mentah dari sensor ke memory card. Dan kalau kita memilih format JPEG, berarti kita memerintahkan kamera untuk memproses data dari sensor terlebih dahulu sebelum mengirim ke memory card. 

Kenapa harus ada format RAW?

Bagi sebagian besar penggemar fotografi, hasil olahan kamera seringkali sudah cukup bagus. Namun bagi kalangan profesional dan hobiis serius, mereka tidak rela kamera mengotak-atik foto yang mereka jepret. Format RAW membuat kita bisa mengubah-ubah parameter pemotretan sesuka kita. Dengan bantuan software pengolah RAW (photoshop, lightroom, GIMP, ACDSee dll), kita bisa mengubah nilai eksposur, white balance, saturasi sampai kontras  untuk kemudian menyimpannya dalam format yang lain: JPG atau TIFF.

Keuntungan memakai RAW?

  • Kita bisa mengotak – atik file mentah menjadi foto matang sesuai keinginan kita.
  • Opsi pengolahan foto menjadi jauh lebih banyak sehingga mereka yang berjiwa super kreatif lebih terpuaskan
  • Informasi yang tersimpan lebih banyak  (jika anda memilih JPEG, kamera akan menghilangkan sebagian kecil data untuk memperkecil ukuran file dan mempercepat  proses pengolahan)
  • Kualitas foto secara keseluruhan lebih baik, ini berkaitan dengan adanya kompresi jika memakai JPEG
Kerugian memakai RAW?

  • Memakan kapasitas hardisk dan memory card. Karena tidak ada proses kompresi, maka ukuran file RAW jauh lebih besar dibanding JPEG (sekitar 3 sampai 4 kali lebih besar)
  • Memakan waktu lebih banyak. Baik selama pemotretan (mengurangi kecepatan kamera terutama dalam mode burst) maupun selama pengolahan di komputer (karena ukuran file-nya).
Jadi Format Apa Yang Sebaiknya Dipilih?

  • ika anda punya hardisk diatas 500GB, memory card minimal 4GB dan sedang memotret moment (atau orang atau tempat) yang istimewa, pilihlah mode RAW
  • Jika anda sedang memotret hal “biasa” atau butuh memotret berondongan (burst), atau hanya memiliki kapasitas hardisk dan memory card pas-pasan, pilihlah mode JPEG.
  • Atau ambil jalan tengah jika anda punya kapasitas hardisk dan memory card yang berlebih: pilih mode RAW + JPEG (kamera akan menyimpan 2 format sekaligus)
Catatan:
  1. Format file JPEG juga mengijinkan pengolahan foto yang lumayan banyak, hanya hasil dan cakupannya tidak seluas dan sebaik RAW.
  2. Tersedia juga format TIFF, namun sebaiknya tidak perlu dipakai karena ukuran file-nya yang segede gajah.
  
 
 

6 Langkah Mudah Menyiapkan Foto HDR

Foto HDR (High Dynamic Range) adalah foto yang diperoleh dengan mengkombinasikan beberapa foto dengan tone yang bervariasi sehingga menghasilkan satu foto yang meiliki rentang tonal melebihi kemampuan asli kamera.  Sebelum bisa diolah, kita harus membuat beberapa foto mentah yang memiliki eksposur yang berbeda, jumlah foto yang diperlukan adalah antara tiga sampai lima buah. Berikut adalah langkah praktisnya:


1. Karena kita akan mengggabungkan beberapa foto sekaligus, gunakan tripod supaya hasilnya tajam dan tidak berbayang

2. Set kamera di mode aperture priority (A atau Av), dengan mode ini kita memilih aperture dan kamera-lah yang menentukan shutter speed

3. Set fokus pada posisi manual focusing. Cobalah beberapa jepret untuk menentukan fokus di mode autofocus, setelah kita tentukan fokusnya, gantilah focusing ke mode manual

4. Set automatic bracketing pada kamera untuk menghasilkan 3, 5 atau 7  buah foto dengan shutter speed bervariasi (Nikon & canon, untuk kamera lain silahkan lihat manual):

 Nikon SLR:
  1. Pencet tombol Fn (posisinya di muka bagian bawah)
  2. Putar command dial belakang kamera sampai kita melihat tanda bracketing di LCD atas
  3. Pilih lima bracketing (atau 3, 5, 7 atau sesuai selera)
  4. Ganti posisi release mode pada continous high speed
 Canon SLR:
  1. Pencet dan tahan tombol Mode dan AF.Drive untuk mengaktifkan bracketing
  2. Set 5 di menu Custom Functions (atau 3, 5 atau 7, sesuai selera)
  3. Set kamera di mode burst
5. Mulailah mengambil eksposur
6. Untuk pengolahannya kita bisa meng gunakan software khusus untuk HDR seperti Photomatix Pro – (gratis untuk versi demo)  atau melakukannya di Photoshop… klik disini untuk langkah-langkah HDR di photoshop

Inspirasi: lihat galeri foto-foto HDR

Catatan: pilihan berapa foto yang dipakai sebenarnya tergantung kebutuhan kita. Tiga foto akan membuat proses di photoshop jauh lebih cepat dibandingkan 5, namun kalau kita memiliki 5 buah maka foto akhir yang dihasilkan akan memiliki tonal yang lebih halus.


Seni Melihat: Melatih Komposisi Bagi Fotografer

Mata adalah aset terpenting dalam fotografi. Kita menyusun sebuah foto dari visi yang ditangkap mata dan pada akhirnya foto juga dinikmati dengan mata. Yang menjadi salah kaprah adalah anggapan bahwa kualitas foto hanya ditentukan oleh teknik dan alat. Memang ada benarnya, namun itu hanyalah sebagian. Karena mata adalah visi, maka sebenarnya dengan melatih cara melihat dan menyusun komposisi foto, kita justru bisa meningkatkan kemampuan fotografi kita secara drastis, semua tanpa modal selain kemauan dan kamera yang sudah kita miliki.


Manakala kemampuan dan seni melihat, mengenali dan menyusun sebuah obyek foto sudah terasah, maka foto kita kan makin menarik dibanding sebelumnya. Hal-hal yang tampak membosankan dan biasa, ditangan fotografer dengan mata jeli bisa menjelma menjadi foto yang sangat menarik. Nah artikel ini akan membahas beberapa tips dasar untuk melatih seni melihat alias melatih kejelian mata anda dalam mengenali obyek foto dan menterjemahkannya menjadi foto dengan komposisi menarik.

Berikut beberapa langkah awal:

  1. Ambil satu obyek foto yang simpel, misalnya “garis”, “lingkaran” atau “kotak”. Dalam satu minggu paksalah diri anda hanya memotret obyek ini. Kalau dari awal anda menetapkan hanya akan memotret foto dengan obyek berupa garis, selama satu minggu luangkan waktu setiap hari untuk hanya memotret garis. Lupakan obyek foto lain, fokus pada garis: garis marka jalan, garis kabel listrik, garis di gedung bertingkat. Begitu pula untuk obyek simpel lain.
  2. Makin kesini, mata kita akan makin tajam mengenali garis dalam setiap kemunculannya. Sekarang mulailah memotret garis dalam segala interpretasinya. Garis yang terbentuk di daun pisang, pola garis menarik yang muncul di kayu. Cari dan temukan garis dalam interpretasi yang lebih mendalam. Lakukan ini seminggu.
  3. Setelah selesai dengan hal-hal simpel, mulailah dengan obyek yang lebih abstrak. Misalnya: “pantulan”, “pergerakan” atau “biru”. Sebagai contoh disini anda memilih “pantulan”. Mulailah memotret pantulan yang muncul dalam obyek-obyek seperti ini: di kaca, di keramik, cermin, air dll.
  4. Lakukan langkah 1 sampai 3 dengan target obyek yang berbeda. Lakukan selama beberapa bulan. Tentu anda tidak harus sepanjang hari memotret obyek tersebut, namun luangkan waktu paling tidak setiap harinya khusus untuk memenuhi target anda ini. Bawa kamera kemanapun anda pergi.
  5. Hasil latihan diatas mulai berbuah tatkala anda mulai bisa melihat interpretasi yang lebih kompleks dan sifatnya kombinasi. Sebagai contoh interpretasi kompleks dan kombinatif: pantulan garis-garis merah yang muncul di jendela kaca dengan lingkaran disekelilingya. 

Selamat mencoba dilapangan.

Mengenal Lensa Standar atau Normal

Didunia fotografi, lensa normal atau lensa standar adalah lensa yang memiliki cakupan pandang mirip dengan mata manusia dalam kondisi normal, oleh karena itu disebut lensa normal. Kenapa disebut standar? pertama karena sudut pandang yang mirip mata manusia sehingga tidak terdistorsi. Kedua, karena lensa dengan focal length lebih pendek memberi efek distorsi melebar sementara lensa yang memiliki focal length lebih panjang dibanding lensa standar memberi efek distorsi terkompresi.


Lensa dengan panjang focal lebih pendek dibandingkan lensa standar dinamai lensa sudut lebar (wide angle). Sementara lensa dengan panjang fokal lebih panjang dibanding lensa standar dinamai lensa tele. 

Panjang Focal Lensa Standar Era kamera Film

Focal length lensa standar ditentukan oleh ukuran sensor kameranya. Sebuah lensa dengan focal length sama dengan ukuran diagonal sensor (film) kamera bisanya disebut lensa standar. Di jaman kamera film 35mm, lensa standar adalah semua lensa dengan focal length 50mm. Ukuran 50mm adalah pendekatan semata, karena pada prakteknya semua lensa dengan rentang focal length antara 40 – 58 mm bisa dikategorikan lensa standar. Hanya karena Leica yang mempelopori film berformat 35mm memilih membuat lensa dengan panjang focal 50 mm maka semua produsen kamera mengikutinya.

Panjang Focal Lensa Standar Kamera Digital

Pada kamera digital, sebuah sensor menggantikan film. Dan ukuran sensor kamera digital pada prakteknya ada beberapa macam. Seperti diulas dalam artikel kamera full frame vs kamera crop, kita bisa mengetahui panjang focal lensa standar untuk masing-masing format sensor sebagai berikut:

    • Untuk kamera Four Third dan Micro Four Third – yaitu semua kamera DSLR dan Mirrorless keluaran Olympus dan Panasonic, lensa standar adalah lensa dengan focal length sekitar 20 – 25 mm. Contoh lensa standar untuk format sensor ini adalah lensa Olympus Zuiko 25mm f/2.8 Pancake atau Lensa Panasonic Leica Summilux 25mm f/1.4.
    • Untuk kamera dengan format sensor APSC (faktor crop sekitar 1.5 x) – hampir semua kamera DSLR dan mirrorless kelas pemula dan menengah selain full frame, misal: Nikon DX – Nikon D3200, Nikon D7000 atau Canon 7D, Canon 650D, Sony Alpha 77 atau Mirrorless Sony NEX-5N. Kalau anda memiliki kamera dengan format sensor ini, maka lensa standar bagi anda adalah lensa dengan focal length sekitar 25 – 30 mm. Contoh lensanya adalah: Canon 28mm f/2.8 atau Sigma 30mm f/1.4.
    • Untuk kamera full frame yang memiliki ukuran sensor sama dengan ukuran film – misalnya Canon 5D Mark II atau Nikon D700, Nikon D800 atau Leica M, maka lensa standar adalah semua lensa yang memiliki panjang focal mendekati 50mm. Misalnya lensa Nikon AF-S 50mm f/1.8 atau Canon 50mm f/1.2L
Dalam artikel mendatang kita akan mempelajari apa saja keuntungan lensa standar.

TIPA umumkan Kamera dan Lensa Terbaik Tahun 2016

TIPA (The Technical Image Press Association) – asosiasi majalah dan publikasi fotografi internasional baru saja mengeluarkan daftar kamera, lensa dan aksesori fotografi terbaik yang diluncurkan dalam 12 bulan terakhir. Rentang produk, dari kamera DSLR kelas pemula, kamera mirrorless kelas pro sampai lensa prime terbaik dipilih oleh seluruh anggota dan mereka yang mendapatkan suara paling tinggi akan dipilih sebagai produk terbaik di kelasnya.
Nikon D500 adalah kamera DSLR APSC terbaik tahun 2016 menurut anggota TIPA
 Berikut ini daftar lengkap kamera terbaik TIPA 2016 untuk berbagai kelas:
  • Kamera DSLR Pemula Terbaik : Sony A68
  • Kamera DSLR APSC Terbaik : Nikon D500
  • Kamera DSLR Full Frame Terbaik : Pentax K–1
  • Kamera DSLR Profesional/Aksi Terbaik : Nikon D5
  • Kamera DSLR Profesional/High Res Terbaik : Canon 5DS
  • Kamera Foto/Video Kelas Pro Terbaik : Canon 1DX Mark II
  • Kamera Mirrorless Pemula Terbaik: Fujifilm X-T10
  • Kamera Mirrorless Kelas Advance Terbaik: Olympus OM-D E-M10 Mark II
  • Kamera Mirrorless Kelas Ahli Terbaik: Fujifilm X-Pro2
  • Kamera Mirrorless Kelas Profesional terbaik: Sony A7R Mark II
  • Kamera Saku Kelas Pemula Terbaik: Canon IXUS 285 HS
  • Kamera Saku Kelas Expert Terbaik: Canon PowerShot G5 X
  • Kamera Fixed Full Frame Terbaik: Sony RX1R mark II
  • Kamera Superzoom Terbaik: Panasonic LUMIX DMC-FZ300/FZ330
  • Kamera Saku Waterproof Terbaik: Olympus Stylus Tough TG–870
  • Kamera Camcorder Terbaik: Panasonic HC-WXF991
  • Kamera Premium Terbaik: Leica SL
  • Kamera Medium Format Terbaik: Phase One XF 100MP
  • Kamera Drone Terbaik: Yuneec Typhoon Q500 4K

Kamera mirrorless full frame terbaik 2016 menurut TIPA adalah Sony A7R Mark II

Sigma 20mm F1.4 DG HSM | Art adalah salah satu lensa terbaik 2016 versi TIPA
  • Lensa DSLR Kelas Pemula Terbaik: Tamron 18–200mm F/3.5–6.3 Di II VC
  • Lensa Tele DSLR Terbaik: Sigma 50–100mm F1.8 DC HSM | Art
  • Lensa Wide Angle DSLR Terbaik: Sigma 24–35mm F2 DG HSM | Art
  • Lensa Prime DSLR Terbaik: Tamron SP 35mm F/1.8 Di VC USD
  • Lensa DLSR Kelas Pro Terbaik: Sigma 20mm F1.4 DG HSM | Art
  • Lensa Mirrorless Kelas Pemula Terbaik: Panasonic LUMIX G 25mm F1.7 ASPH
  • Lensa Mirrorless Tele Zoom Terbaik: Fujinon XF 100–400mm F4.5–5.6 R LM OIS WR
  • Lensa Mirrorless Wide Angle Zoom Terbaik: Olympus M.ZUIKO DIGITAL ED 7–14mm 1:2.8 PRO
  • Lensa Mirrorless Prime Terbaik: Sony FE 85mm F1.4 GM
Sementara produk aksesori fotografi terbaik diantaranya:
Phottix Indra 360 TTL adalah sistem lampu kilat terbaik 2016 versi TIPA
  • Printer foto terbaik: Canon imagePROGRAF PRO–1000
  • Tripod terbaik: Manfrotto 190GO! Carbon Fiber
  • Media penyimpanan terbaik: Toshiba TransferJet SDHC Card
  • Sistem lampu flas terbaik: Phottix Indra 360 TTL Flash System
  • Lampu flash portabel terbaik: Nissin i60A
  • Monitor Foto terbaik: BenQ SW2700PT
  • Software fotografi terbaik: Serif Affinity Photo
Lihat laman resmi pengumuman TIPA di sini.
  •  

Ads Inside Post